Jalan Purwo RT 2 RW 1 Desa Sukorejo Kec. Gondanglegi Kab. Malang 65174
Sabtu, 31 Maret 2018
Selasa, 27 Maret 2018
Rabu, 14 Maret 2018
Sabtu, 10 Maret 2018
Karya Tulis Mahasiswa UIN Malang
HUKUM WARIS ISLAM MENINDAS HAK PEREMPUAN, BENARKAH?
Oleh: Moh. Rizal
Prasetya Mulyadi
Syariat Islam datang untuk membimbing manusia kejalan lurus yang
selaras dengan fitrah mereka. Syariat ini mengangkat segala kesulitan serta kerancuan
yang ada pada diri manusia serta memberikan mereka segala sesuatu yang
diperlukan manusia di setiap aspek kehidupan mereka.
Sangat tidak mungkin bila syariat beserta hukum-hukumnya merupakan suatu ketidakadilan,
karena syariat ini bersumber langsung dari Allah SWT sang
pencipta manusia itu sendiri dan Allah SWT yang memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim
mengharamkan atas dirinya untuk berbuat zhalim. Maka,
syariat beserta hukum-hukum nya tidak akan mungkin mempunyai secercik kekurangan didalamnya dan
di dalam ketentuan-ketentuannya.
Al-quran menjelaskan semua ketentuan-ketentuan syariat secara terperinci dan sebagian
yang lain dalam bentuk yang masih global
dan masih membutuhkan penjelasan-penjelasan serta penafsiran. Salah
satu ketentuan syariat yang terperinci di dalam Al-quran adalah mengenai hukum waris.
Dalam rangka memahami serta menjaga sifat umum manusia yang
sangat mencintai harta kekayaan dan anak sebagaimana yang tertera dalam surat
Al-Anfaalayat 28:
“dan ketahuilah,
bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah
lahpahala yang besar”.
dan dalam surat
Al-Fajrayat 20:
“dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”.
,
hukum waris di jelaskan secara rinci di dalam sumber hukumumat Islam yang
pertama yaitu Al-quran.
Manusia
sangat suka mengumpulkan harta kekayaannya serta mengumpulkannya dan
memindahkannya kepada keturunan-keturunan mereka.
Syariat sangat memahami hal ini,
karena kecintaan manusia terhadap harta kekayaan memotivasi mereka untuk
bekerjakeras dan tidak bermalas-malasan
di setiap pekerjaannya,
dan kalau bukan karena hukum waris niscaya perpindahan harta kekayaan
mereka kepada keturunan mereka akan rancu serta tidak jelas.
Banyak
yang beranggapan bahwa perempuan terdzalimi dan hak mereka dibatasi
dengan ketentuan-ketentuan syariat atas hukum waris karena bagian
laki-laki sama dengan bagian dua
orang perempuan sebagaimana yang tertera di dalam surat An-Nisaayat 11:
”…bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang
anak perempuan…”,
dan
anggapan ini adalah sebuah anggapan
yang salah. Hukum waris syariat Islam merupakan hukum yang sangat ideal,
dan bilahu kum waris dalam syariat
Islam menetapkan bagian lelaki sama dengan bagian dua orang perempuan
maka sesungguhnya benarlah ketetapan serta ketentuan-ketentuan hukum itu
sebagai ketetapan pembagian
yang adil diantara keduanya.
Pernahkah kita membayangkan keadaan para kaum perempuan pada masa sebelum syariat Islam turun?,ya,
mereka tertindas dan terinjak-injak. Kaum perempuan pada kala
itu sangat tidak dihargai, mereka diperjualbelikan layaknya barang dagangan,
bah kan mereka menjadi objek waris itusendiri.
Mereka diwariskan kepada keturunan simayyit. Bahkan, hal yang
sangat tidak manusiawi dilakukan pada mereka, mereka dibunuh ketika mereka baru dilahirkan ke
dunia ini, mereka dianggap sebuah aib keluarga.
Setelah
datangnya syariat Islam, martabat kaum perempuan diangkat.
Mereka dihargai, mereka dihormati, mereka yang
pada mulanya menjadi objek warisan itu sendiri bahkan mendapatkan hak
waris atas harta peninggalan simayyit. Mereka diberikan hak-hak
yang sudah mestinya menjadi hak mereka. Tidak ada maslahat bagi Allah
sang
pencipta alam semesta dalam membedakan kaum lelaki dengan kaum
perempuan, Allah SWT
tidak membutukan manusia, sebaliknya manusialah yang membutuhkan Allah
SWT.
Beberapahal yang menjadikan bagian lelaki sama dengan bagian dua orang
perempuan yang paling dominan adalah firman Allah dalam surat An-Nisaayat 34:
”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkah kansebagian dari harta mereka…”.
Mereka
sebagai pemimpin serta pemberinafkah.
Mereka memberikan mahar kepada perempuan,
mahar tersebut adalah hak milik absolut bagi perempuan yang tidak boleh
di
ikut campuri olehpihak lain. Dan juga tidak ada satu ayat pun di dalam
Al-quran yang
mewajibkan kaum perempuan untuk menafkahi, sebaliknya beban tersebut di
pikulkan kepada lelaki sebagai peminpin dalam rumah tangga. Dalam hal
menegaskan bahwa dalam kondisi finansial apapun sisuami wajib menafkahi
istri dijelaskan dalam surat
At-Thalaqayat 07:
“Hendaklah
orang yang mampumemberinafkahmenurutkemampuannya. Dan orang yang
disempitkanrezekinyahendaklahmemberinafkahdariharta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidakmemikulkanbebankepadaseseorangmelainkansekedarapa yang
allahberikankepadanya. Allah kelakakanmemberikankelapangansesudahkesempitan”.
Kendatipun lelaki berpenghasilan lebih sedikit dari perempuan,
dan juga maraknya wanita karir,
namun jangan pernah dilupakan bahwa kepemimpinan lelaki atas perempuan akan dibawa serta dipertanggungjawabkan
di akhirat kelak, dan inilah beban terberat yang dipikul oleh kaum lelaki.
Setelah dikemukakannya penjelasan di atas,
dapat kita ambil kesimpulan bahwa syariat dan segala ketentuannya tidak mungkin terdapat ketidakadilan
di dalamnya, sebaliknya, syariat dan segala ketentuan-ketentuannya sangat adil dan selaras dengan
fitrah manusia dalam segala aspek kehidupan mereka. Wanita
dijunjung tinggi martabat dan kehormatannya setelah datangnya syariat Islam
dan ketentuan-ketentuannya, yang pada mulanya mereka di jual, dibeli,
dan bahkan menjadi objek waris itu sendiri, sekarang mereka diangkat dan bahkan mendapat kan hak waris.
Langganan:
Postingan (Atom)