Sabtu, 10 Maret 2018

Ektra Taekwondo Juara tingkat Provinsi Th. 2017










Karya Tulis Mahasiswa UIN Malang

HUKUM WARIS ISLAM MENINDAS HAK PEREMPUAN, BENARKAH?
Oleh: Moh. Rizal Prasetya Mulyadi

Syariat Islam datang untuk membimbing manusia kejalan lurus yang selaras dengan fitrah mereka. Syariat ini mengangkat segala kesulitan serta kerancuan yang ada pada diri manusia serta memberikan mereka segala sesuatu yang diperlukan manusia di setiap aspek kehidupan mereka. Sangat tidak mungkin bila syariat beserta hukum-hukumnya merupakan suatu ketidakadilan, karena syariat ini bersumber langsung dari Allah SWT sang pencipta manusia itu sendiri dan Allah SWT yang memiliki sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim mengharamkan atas dirinya untuk berbuat zhalim. Maka, syariat beserta hukum-hukum nya tidak akan mungkin mempunyai secercik kekurangan didalamnya dan di dalam ketentuan-ketentuannya.
Al-quran menjelaskan semua ketentuan-ketentuan syariat secara terperinci dan sebagian yang lain dalam bentuk yang masih global dan masih membutuhkan penjelasan-penjelasan serta penafsiran. Salah satu ketentuan syariat yang terperinci di dalam Al-quran adalah mengenai hukum waris. Dalam rangka memahami serta menjaga sifat umum manusia yang sangat mencintai harta kekayaan dan anak sebagaimana yang tertera dalam surat Al-Anfaalayat 28:
dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lahpahala yang besar”.
dan dalam surat Al-Fajrayat 20:
dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”.
, hukum waris di jelaskan secara rinci di dalam sumber hukumumat Islam yang pertama yaitu Al-quran.
Manusia sangat suka mengumpulkan harta kekayaannya serta mengumpulkannya dan memindahkannya kepada keturunan-keturunan mereka. Syariat sangat memahami hal ini, karena kecintaan manusia terhadap harta kekayaan memotivasi mereka untuk bekerjakeras dan tidak bermalas-malasan di setiap pekerjaannya, dan kalau bukan karena hukum waris niscaya perpindahan harta kekayaan mereka kepada keturunan mereka akan rancu serta tidak jelas.
Banyak yang beranggapan bahwa perempuan terdzalimi dan hak mereka dibatasi dengan ketentuan-ketentuan syariat atas hukum waris karena bagian laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan sebagaimana yang tertera di dalam surat An-Nisaayat 11:
”…bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan…”,
dan anggapan ini adalah sebuah anggapan yang salah. Hukum waris syariat Islam merupakan hukum yang sangat ideal, dan bilahu kum waris dalam syariat Islam menetapkan bagian lelaki sama dengan bagian dua orang perempuan maka sesungguhnya benarlah ketetapan serta ketentuan-ketentuan hukum itu sebagai ketetapan pembagian yang adil diantara keduanya.
Pernahkah kita membayangkan keadaan para kaum perempuan pada masa sebelum syariat Islam turun?,ya, mereka tertindas dan terinjak-injak. Kaum perempuan pada kala itu sangat tidak dihargai, mereka diperjualbelikan layaknya barang dagangan, bah kan mereka menjadi objek waris itusendiri. Mereka diwariskan kepada keturunan simayyit. Bahkan, hal yang sangat tidak manusiawi dilakukan pada mereka, mereka dibunuh ketika mereka baru dilahirkan ke dunia ini, mereka dianggap sebuah aib keluarga.
Setelah datangnya syariat Islam, martabat kaum perempuan diangkat. Mereka dihargai, mereka dihormati, mereka yang pada mulanya menjadi objek warisan itu sendiri bahkan mendapatkan hak waris atas harta peninggalan simayyit. Mereka diberikan hak-hak yang sudah mestinya menjadi hak mereka. Tidak ada maslahat bagi Allah sang pencipta alam semesta dalam membedakan kaum lelaki dengan kaum perempuan, Allah SWT tidak membutukan manusia, sebaliknya manusialah yang membutuhkan Allah SWT.
Beberapahal yang menjadikan bagian lelaki sama dengan bagian dua orang perempuan yang paling dominan adalah firman Allah dalam surat An-Nisaayat 34:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkah kansebagian dari harta mereka…”.
Mereka sebagai pemimpin serta pemberinafkah. Mereka memberikan mahar kepada perempuan, mahar tersebut adalah hak milik absolut bagi perempuan yang tidak boleh di ikut campuri olehpihak lain. Dan juga tidak ada satu ayat pun di dalam Al-quran yang mewajibkan kaum perempuan untuk menafkahi, sebaliknya beban tersebut di pikulkan kepada lelaki sebagai peminpin dalam rumah tangga. Dalam hal menegaskan bahwa dalam kondisi finansial apapun sisuami wajib menafkahi istri dijelaskan dalam surat At-Thalaqayat 07:
“Hendaklah orang yang mampumemberinafkahmenurutkemampuannya. Dan orang yang disempitkanrezekinyahendaklahmemberinafkahdariharta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidakmemikulkanbebankepadaseseorangmelainkansekedarapa yang allahberikankepadanya. Allah kelakakanmemberikankelapangansesudahkesempitan”.
Kendatipun lelaki berpenghasilan lebih sedikit dari perempuan, dan juga maraknya wanita karir, namun jangan pernah dilupakan bahwa kepemimpinan lelaki atas perempuan akan dibawa serta dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, dan inilah beban terberat yang dipikul oleh kaum lelaki.
Setelah dikemukakannya penjelasan di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa syariat dan segala ketentuannya tidak mungkin terdapat ketidakadilan di dalamnya, sebaliknya, syariat dan segala ketentuan-ketentuannya sangat adil dan selaras dengan fitrah manusia dalam segala aspek kehidupan mereka. Wanita dijunjung tinggi martabat dan kehormatannya setelah datangnya syariat Islam dan ketentuan-ketentuannya, yang pada mulanya mereka di jual, dibeli, dan bahkan menjadi objek waris itu sendiri, sekarang mereka diangkat dan bahkan mendapat kan hak waris.